PraktikKerja Industri (PRAKERIN) ini telah kami laksanakan selama tiga bulan di RRI Bandung. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah Laporan Praktik Kerja Industri. Setelah laporan ini selesai dengan baik dan benar maka para siswa akan diharapkan pada pertanggung jawaban laporan yang telah dibuat dengan cara ujian lisan ( sidang PRAKERIN ).
ArticlePDF Available AbstractThis community service activity discusses talent development in the creative economy. Seen in terms of potential, in terms of opportunities and ways that can be taken to be able to develop a creative economy based on local culture. The purpose of this community service is to foster the curiosity of the students of SMK Muhammadiyah 4 Palembang in the creative economy. In today's digital era, where there are lots of opportunities for millennial children to channel their talents, such as being a YouTuber or entrepreneurship through online. With this community service, it is hoped that it will be able to provide an understanding to students that there are many things that can be done in this era, which can even increase their own income and more than that can help the economy of the family and the surrounding community. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria Sekolah Tinggi Ekonomi Islam STEI Al-Furqon Prabumulih E-mail Fitriafitri781 Abstract This community service activity discusses talent development in the creative economy. Seen in terms of potential, in terms of opportunities and ways that can be taken to be able to develop a creative economy based on local culture. The purpose of this community service is to foster the curiosity of the students of SMK Muhammadiyah 4 Palembang in the creative economy. In today's digital era, where there are lots of opportunities for millennial children to channel their talents, such as being a YouTuber or entrepreneurship through online. With this community service, it is hoped that it will be able to provide an understanding to students that there are many things that can be done in this era, which can even increase their own income and more than that can help the economy of the family and the surrounding community. Keywords Creative Economy Abstrak Kegiatan pengabdian masyarakat ini membahas tentang pengembangan bakat di bidang ekonomi kreatif. Dilihat dai segi potensi, dari segi peluang serta cara-cara yang bisa ditempuh untuk dapat mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal. Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah menumbuhkan rasa keingintahuan siswa siswi SMK Muhammadiyah 4 Palembang di bidang ekonomi kreatif. Di era digital saat ini, dimana banyak sekali peluang bagi anak-anak milenial menyalurkan bakatnya seperti menjadi Youtober atau dengan berwirausaha melalui online. Dengan adanya pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada para siswa siswi bahwa banyak hal yang bisa dilakukan di era sekarang ini, yang bahkan dapat meningkatkan pendapatan mereka sendiri dan lebih dari itu dapat membantu perekonomian keluarga serta masyarakat sekitar. Kata Kunci Ekonomi Kreatif Pendahuluan Ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, ide, gagasam, bakat atau talenta dan kreativitas. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau system produksi seperti pada era industry, tetapi lebih kepada pemanfaatan kreativitas dan penciptaan perkembangan teknologi yang semakin maju. Industry tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 34 hanya mengandalkan harga atau kualitas produk saja, tetapi harus bersaing berbasis inovasi, kreativitas dan imajinasi Rochmat Adly Purnomo, 2016. Pada saat ini bisnis di bidang kreativitas sangat antusias dilakukan oleh para masyarakat. Dan sangat pesat dan kompetisi bisnis pada sector mikro kecil dan menengah cukup ketat, ketatnya persaingan bisnis pada level skala kecil mendorong para pelaku usaha untuk lebih kreatif dalam menyikapinya. Kualitas pelayanan juga harus memiliki keunggulan dan daya tarik tersendiri sebagai identitas suatu bisnis yang dapat dikenal oleh masyarakat secara luas. Palembang merupakan salah satu kota yang mengembangkan ekonomi kreatif ini terbukti dengan dijadikannya Palembang sebagai kota kreatif pada tahun 2019 dari subsector kuliner. Saat ini sudah ada 4000 UMKM yang mendapatkan bantuan dari pemerintah Palembang. Pemerintah kota Palembang sangat mendukung gerakan ekonomi kreatif, gabungan antra Akademisi, bisnis, komunitas, pemeintah, dan media ABCG-M dibentuk agar dapat mengatasi permasalahan yang akan menghambat pengembangan ekonomi kreatif. Selain itu pemerintah kota Palembang terus berupaya menambah dan mengembangkan ruang public seperti pemanfaatan jalan sudirman dan jalan kenten untuk para komunitas agar dapat berinteraksi dan berinovasi dengan kreativitas yang dimiliki pemkot pemerintah Palembang, 2016. Fakta di atas membuktikan bahwa dukungan pemerintah sangatlah besar untuk menumbuhkan para generasi ke generasi untuk meningkatkan ekonomi kreatif. Salah satu nya adalah sekolah Menengah kejuruan 04 Muhammadiyah Palembang. SMK 4 Muhammadiyah adalah salah satu sekolah yang mengembangkan ekonomi kreatif dengan cara memberikan edukasi tentang bagaimana pentingnya membuat kreativitas yang nantinya bisa mempunyai nilai tambah tentunya juga bermanfaat bagi dirinya dan orang sekitarnya. Namun mereka belum memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan ide-ide kreatif tersebut serta masih rendahnya akses terhadap informasi, teknologi, pelatihan-pelatihan keterampilan serta jaringan pemasaran hasil usahanya. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan terutama kepada untuk menambah pengetahuan mengenai bagaimana mengembangkan ide-ide kreatif menjadi sumber-sumber ekonomi kreatif yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Metode Pengabdian 1. Metode Pengabdian Rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut a. Bentuk pengabdian Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam sosialisasi adalah 1 Pemaparan materi tentang ekonomi kreatif 2 Pemahaman dan Tanya jawab tentang ekonomi kreatif b. Tempat kegiatan Adapun tempat kegiatan atau lokasi kegiatan dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Palembang c. Proses kegiatan Adapun proses kegiatan dilaksanakan dalam waktu 1 hari pada hari kamis tanggal 26 september 2019 . adapun kegiatan yang dilakukan selama kegiatan berlangsung adalah sebagai berikut 1 Registrasi peserta 2 Penyampaian materi tentang mengapa ekonomi kreatif penting. Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 35 3 Ekonomi kreatif berbasis budaya lokal 4 Tanya jawab mengenai ekonomi kreatif 5 Penutup dan doa 2. Waktu kegiatan dan materi pokok dalam kegiatan Pelaksanaan kegiatan dilakukan dalam waktu satu hari pada hari kamis. Adapun jadwal pelaksanaannya adalah sebagai berikut Materi ruang lingkung ekonomi kreatif Pentingnya ekonomi kreatif Ekonomi Kreatif berbasis budaya lokal Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Ekonomi Kreatif Beberapa definisi dan batasan industri kratif menurut para ahli a. Menurut Departemen Perdagangan RI 20095 “Industri kreatif adalah industri yang berasala dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu b. Menurut Simatupang 2007 “Industri kreatif yang mengandalkan talenta, ketrampilandan kreativitas yang merupakan elemen dasar setiap individu. Unsur utama industri kreatif adalah kreativitas, keahlian, dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui kesejahteraan melalui penawaran kreasi c. Menurut UK DCMS Task Force 19984 “Industri kreatif merupakan industri yang berasal dari kreativitas individu, ketrampilan, dan bakat yang secara potensial menciptakan kekayaan, dan lapangan pekerjaan melalui eksploitasi dan pembangkitan kekayaan intelektual dan daya cipta Industries as those which have their origin in individual creativity,skill and talent, ad which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content” d. Menurut UNCTAD dan UNDP dalam Creative Economy Report 20084 “Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai siklus kreasi, produksi, serta distribusi barang dan jasa yang menggunakan kreativitas dan modal intelektual sebagai input utama. Industri kreatif terdiri dari seperangkat pengetahuan berbasis aktivitas yang menghasilkan barang-barang riil dan intelektual nonriil atau jasa-jasa artistik yang memiliki kandungan kreatif tersusun dari suatu bidang yang heterogen yang saling mempengaruhi dari kegiatan-kegiatan kreatif yang bervariasi, yang tersusun dari seni dan kerajinan tradisional, penerbitan, musik, visual dan pembentukan seni sampai dengan penggunaan teknologi yang intensif Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 36 dan jasa-jasa yang berbasis kelompok, seperti fil, televisi, dan siaran radio, serta media baru dan 2. Dasar Ekonomi Kreatif a. Kreativitas Creativity Dapat dijabarkan sebagai suatu kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik, fresh, dan dapat diterima umum. Bisa juga menghasilkan ide baru atau praktis sebagai solusi dari suatu masalah, atau melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada thinking out of the box. Seseorang yang memiliki kreativitas dan dapat memaksimalkan kemampuan itu, bisa menciptakan dan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri beserta orang lain. b. Inovasi Innovation Suatu transformasi dari ide atau gagasan dengan dasa kreativitas dengan memanfaatkan penemuan yang sudah ada untuk menghasilkan suatu produk ataupun proses yang lebih baik, bernilai tambah, dan bermanfaat. Sebagai contoh inovasi, cobalah melihat beberapa inovasi di video-video dengan kata kunci “lifehack”. Di video itu diperlihatkan bagaimana suatu produk yang sudah ada, kemudian di-inovasikan dan bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai jual lebih tinggi dan lebih bermanfaat. c. Penemuan Invention Istilah ini lebih menekankan pada menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan dapat diakui sebagai karya yang mempunyai fungsi yang unik atau belum pernah diketahui sebelumnya. Pembuatan aplikasi-aplikasi berbasis android juga menjadi salah satu contoh penemuan yang berbasis teknologi dan informasi yang sangat memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari Rochmat Aldy Purnomo, 2016 8. Ekonomi kreatif menjadi salah satu konsep untuk pengembangan perekonomian di Indonesia. Yang mana, Indonesia bisa mengembangkan model ide dan talenta dari rakyat untuk dapat menginovasi dan menciptakan suatu hal. Pola pikir kreatif yang sangat diperlukan untuk tetap tumbuh berkembang serta bertahan di masa yang akan datang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi pekerja kreatif tidaklah cukup memiliki bakat pandai menggambar, menari, menyanyi dan menulis cerita. Ia harus memiliki kemampuan mengorganisasikan ide‐ide multi disipliner dan juga kemampuan memecahkan masalah dengan cara‐cara di luar kebiasaan Rochmat Aldy Purnomo, 2016 11. Adapun strategi pengembangan ekonomi kreatif yang direncanakan dalam tahun 2015 sampai dengan 2019 yaitu 1. Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia SDM dan bahan baku untuk pengembangan ekonomi kreatif. Sasarannya adalah 1 Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang dan tenaga kerja kreatif 2 Tersedianya bahan baku dari sumber daya alam yang berciri khas lokal, berkelanjutan dan ramah lingkungan dari sumber daya alam Indonesia 3 Meningkatnya penggunaan, pengelolaan, dan perlindungan sumber daya budaya yang berkelanjutan 2. Meningkatkan pertumbuhan dan daya saing industri kreatif. Sasarannya adalah 1 Meningkatnya wirausaha kreatif yang berdaya saing secara nasional dan internasional 2 Terciptanya produk dan jasa kreatif Indonesia yang menjadi ikon nasional dan internasional. Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 37 3. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Sasaranya adalah 1 Terciptanya pembiayaan yang sesuai dan mudah diakses 2 Meningkatnya keragaman karya kreatif dan pangsa pasar ekonomi kreatif 3 Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang mendorong kelancaran produksi, distribusi dan promosi produk kreatif 4 Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna dan mudah diakses 5 Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif 6 Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif 7 Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif 8 Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan ekonomi kreatif 9 Terwujudnya kreativitas sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan masyarakat 10 Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan Indonesia dalam fora internasional 11 Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/ wirausaha/usaha kreatif lokal di dalam dan luar negeri Rochmat Aldy Purnomo, 2016 45. Pembahasan Kegiatan pengabdian ini terselenggara atas kerjasama dengan siswa siswi serta dewan guru SMK 4 Muhammadiyah Palembang. Kegiatan penyuluhan ini merupakan salah satu tahapan penting dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagai Tridarma Perguruan Tinggi yang dilaksanakan pada Agustus 2019. Penyuluhan dilakukan di aula SMK 4 Muhammadiyah Palembang. Yang memberi kata sambutan adalah Kepala Sekolah SMK 4 Muhammadiyah Palembang. Sedangkan sebagai narsumber dalam kegiatan ini adalah saya sendiri. Dimana saya adalah dosen ekonomi syariah serta guru di salah satu sekolah di Palembang. Kegiatan berlangsung lancer dengan suasana kenyamanan. Dalam pelaksanaannya kegiatan penyuluha ini dihadiri oleh siswa siswi SMK 4 Muhammadiyah serta dewan guru. Peserta yang hadir terlihat antusias mendengarkan penyuluhan yang disampaikan, hal ini tampak dari banyaknya ssiwa siswi yang bertanya tentang bagaimana cara mengembangkan ekonomi kreatif pada sekolah mereka. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan dengan metode ceramah, Tanya jawab serta memberikan arahan kepada siswa untuk mampu mengembangkan ekonomi kreatif seiring dengan berkembangnya UMKM yg ada. seperti memberikan contoh ekonomi kreatif pada sekolah lain, pemutaran film-film ekonomi kreatif. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas pada anak. Potensi siswa siswi SMK Muhammadiyah Palembang sangat beragam dan prospek dikembangkan untuk geliat ekonomi kreatif masyarakat. Seperti mengembangkan kreativitas pembuatan olahan makanan, membuat buket bunga, membuat karya seni lukis. Di sini memiliki tempat yang sangat menarik untuk dikembangkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu materi yang disampaikan sesuai dengan potensi siswa siswi yang ada pada SMK 4 Muhammadiyah Palembang. Materi penyuluhan antara lain mengenai pemahaman apa yang dimaksud dengan ekonomi mreatif, apa itu kreatifitas, bagaimana membuat buket bunga, membuat olahan makanan dan lain-lain. Selain dengan metode ceramah materi juga disampaikan dengan pemutaran video film proes Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 38 pembuatan produk olahan kreatif tersebut. Sehingga siswa siswi lebih cepat memahaminya dan tertarik mengikuti penyuluhan ini. Pelaksanaan penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat sudah merupakan langkah tepat untuk memotivasi selera usaha siswa siswi. Adanya hubungan peranan penyuluhan terhadap peningkatan jumlah siswa yang membuat kerajinan untuk siap dipasarkan. Melalui penyuluhan ini siswa mendapatkan informasi dan wawasan sehingga siswa memahami secara mendalam tentang ekonomi kreatif serta manfaatnya bagi peningkatan jumlah kerajinan pada anak. Keberhasilan penyuluhan yang ditujukan dengan diterimanya ide baru berlanjut sampai digunakannya ide baru oleh para siswa berlangsung dalam system penyuluhan yang di dalamnya ada beberapa fungsi yang dapat saling mempengaruhi yaitu 1 fungsi penelitian, 2 fungsi pengaturan 3 fungsi pelayanan 4 fungsi penyuluhan. Beradasarkan fungsi tersebut kegiatan ini memiliki fungsi penyuluhan tampak dari aktivitas siswa SMK Muhammadiyah Palembang, dengan mudah menerima pengetahuan baru dan berkeinginan mengimplementasikannya. Namunterus bias untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal hal yang dapat dilakukan adalah diperlukan kegiatan lanjutan yang bersifat pendampingan masyarakat sehingga mereka bisa terus menekuni usaha yang akan dibuat. Hambatan yang ditemui pada saat penyuluhan adalah menyesuaikan jadwal siswa dengan jadwal kegiatan mengajar. Selain itu masih banyaknya siswa yang belum mngetahui bahwa kegiatan-kegiatan yang sebelumnya mereka lakukan adalah bagian dari ekonomi kreatif yang nantinya dapat memberikan nilai manfaat bagi mereka dan masyarakat sekitar. Seluruh siswa yang menerima penyuluhan berharap aka nada keberlanjutan kegiatan ini dengan penyuluhan-penyuluhan materi lainnya serta adanya pembinaan. Dokumentasi Kegiatan PKM Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 39 Simpulan Kegiatan penyuluhan untuk penguatan ekonomi kreatif berbasis budaya di SMK Muhammadiyah 4 Palembang memberi manfaat bagi siswa. Ini tampak dari antusiasnya para siswa dalam tanya jawab dan termotivasi mengembangkan kreatifitas usahanya. Sehingga kegiatan ini perlu dilakukan secara berkelanjutan. Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal Fitria 40 Daftar Pustaka Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2009. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2010- 2014. Jakarta Departemen Perdagangan. Http// Rochmat Adly Purnomo, 2016. Ekonomi Kreatif Pilar Pembangunan Indonesia Banyumas Simatupang, 2008. Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa. ITB Bandung Inkubator Industri dan Bisnis. Simatupang, Togar. 2007. Ekonomi Kreatif Menuju Era Kompetisi dan Persaingan Usaha Ekonomi Gelombang IV. Institut Teknologi Bandung. UNDP-UNCTAD, 2008. Creative Economy Report, United Nations, AS. Reza IchsanNazlah Rachma PanggabeanMuhammad SyahbudiLukman NasutionPerubahan yang terjadi sangat cepat dan penuh kerentanan, seperti situasi COVID-19 saat ini, yang sangat menyulitkan pengelola rantai pasok, meski saat ini memiliki tingkat kenormalan yang sangat tinggi. Tren konsumen berubah sangat cepat dan sangat sulit diprediksi. Tujuan penelitian dan pengembangan adalah untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi implementasi dan daya saing industri inovatif untuk dikembangkan. Perlu dicatat bahwa proses periklanan tidak hanya tentang penyediaan informasi, ketersediaan barang, uang, dan kemajuan, tetapi kelebihannya terletak pada penyediaan informasi, pengetahuan tentang peta kualitas, dan penerapan keterampilan berjalan yang berharga. Survei Kekuatan, Peluang, Aspirasi dan Hasil SOAR dan lokasi survei digunakan untuk memutuskan proses opsional. Strategi yang memperhitungkan semua poin kualitas menarik yang diperoleh. Oleh karena itu, dalam mempersiapkan bentuk-bentuk objek latihan transformatif dan kegiatan pertukaran, potensi dan tantangannya harus ditimbang dengan cermat agar manfaat yang inklusif dapat diwujudkan dalam setiap pelaksanaannya. Hasil studi SOAR menghasilkan lima metode opsional. Nilai tambah terbesar diberikan oleh hasil pemeriksaan untuk pentingnya kemungkinan aksesibilitas sumber daya dengan nilai diikuti dari urutan kedua hingga kelima, memperoleh perubahan pasar yang cepat membangun asosiasi terstandar dan ekonomis. objek dan pengembangan standar produktivitas untuk daya saing secara individual. Telah disarankan bahwa metodologi pengembangan pengembangan bisnis imajinatif harus mempertimbangkan potensi sumber daya dan respons cepat terhadap permintaan iklan, di antara tiga komponen Syah BudiPurpose This research aims to formulate a Creative Industries Development Strategy towards the International market as an economic driver in Indonesia. Design/methodology/approach This paper is carried out with a qualitative approach through the SOAR method, which is a strategic planning method used to evaluate strengths, opportunities, aspirations and results in the development of creative industries in Indonesia. Findings The result shows that producing the start-up S-A is a strategy obtained between Strengths strengths and Apirations aspirations. Research limitations/implications The limitation of this study is the use of SOAR analysis which only focuses on evaluate strengths, opportunities, aspirations and results rather than weaknesses or threats. Originality/value This study analyzes the strengthening of the Creative Industry Sector Market in Facing Creative Economy Ekonomi Kreatif IndonesiaRepublik Departemen PerdaganganIndonesiaDepartemen Perdagangan Republik Indonesia. 2009. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2010-2014. Jakarta Departemen Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa. ITB Bandung Inkubator Industri dan BisnisM T SimatupangSimatupang, 2008. Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa. ITB Bandung Inkubator Industri dan Kreatif Menuju Era Kompetisi dan Persaingan Usaha Ekonomi Gelombang IVTogar SimatupangSimatupang, Togar. 2007. Ekonomi Kreatif Menuju Era Kompetisi dan Persaingan Usaha Ekonomi Gelombang IV. Institut Teknologi Bandung.
bagaimanakuliner mewakili identitas budaya dalam komunikasi lintas budaya dengan berbagai cara. Dalam hubungan ini, kuliner diakui sebagai sumber kekuatan. Kuliner adalah sumber yang relevan dari penandaan dan bentuk komunikasi yang efektif dari budaya yang khas, dengan karakter nasional yang kuat dan keragaman fitur.

shfrh Dengan cara menggabungkan keduanya namu n tetap mengaitkan kandungan unsurnya satu sama lain , contoh tari tradisional yg diubah menjadi tari tradisional modern 31 votes Thanks 48 Epirin terimakasiihh kakak cantik smoga amalnya d catat oleh allah amiinn Epirin terimakasiihh kakak cantik

Sesuaiimplementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0, industri batik dalam negeri diharapkan bisa memadukan warisan budaya dan kearifan lokal dengan teknologi serta cara kerja modern sehingga bisa memberikan nilai tambah pada produknya, juga bisa bersaing pada era Industri 4.0.
HikariMinowa18 Memadukannya dengan saling hubungan baik antara budaya lokal dan industri yang menarik perhatian dan unik untuk para mancan negara lokal dan luar lokar yang mebuat perhatian dan menjadi sebuah induri lokal yang berasal dari budaya lokal di kalu salah. 7 votes Thanks 7
KonsepKufr memadukan dan menengahi kutub al- nafsu dan al-syaithan dalam Hasil konferensi Internasional di Atmajaya membahas negara maju hidup dari hasil industri kreatif. Negara mengandalkan sumber alam mentah tanpa dikemas menjadi industry kreatif, akan tertinggal oleh Negara yang tidak memiliki sumber alam, tetapi masyarakatnya mampu lusi0219 lusi0219 Wirausaha Sekolah Menengah Atas terjawab Iklan Iklan doniahmad38408 doniahmad38408 Budaya lokal seperti rebana,kita bisa membuat industri kreatif seperti membuat bedug rebana dari kulit dan kayu aja...terus kita padukan antara budaya dan industri kreatif M3m3k Salah gobl0! Iklan Iklan Pertanyaan baru di Wirausaha jelaskan kegiatan menggunakan crane pada pabrik otomotif kemudian jelaskan komponen2 yg terdapat pada crane plisssss bantuin​ Jelaskan kegiatan menggunakan change pada pabrik otomotif kemudian jelaskan komponen2 yg terdapat pada change​ 29. Misalnya saja mencatat pesanan konsumen, melakukan pengiriman dengan rapi dan tepat waktu, menyediakan jasa atau barang terbaik yang dimiliki, ber … terima kasih kepada konsumen. ini termasuk konsep pelayanan prima ​ tuliskan macam kudapan berbahan ragi!mohon dibantu yha tmn'​ Dalam hal ini perusahaan hanya memusatkan usaha pemasarannya pada satu atau beberapa kelompok segmen pasar terntu merupakan segmentasi pemasaran ​ Sebelumnya Berikutnya Iklan dampakbudaya dan suasana lingkungan mengenai "bagaimana (how), di mana (where), kapan (when) dan mengapa (why)" makanan dan minuman menjadi penting bagi masyarakat dan industri jasa makanan. Menurut Gilleisole (2001:235) Gastronomi atau tata boga adalah seni, ataupun ilmu akan makanan yang baik (good eating).

HikariMinowa18 Membuat budaya lokal yang unik dan seimbang kualitas nya dengan yang ada di industri. budaya lokal pun harus keratif seperi yang ada luar maupun di dalam sebuah kalau salah ⊙﹏⊙ 58 votes Thanks 103

Ilustrasihasil karya industri kreatif. Kreativitas dalam mendesain sebuah produk akan mampu mendorong perindustrian Indonesia, oleh karena itu perlu terus ditumbuhkan. Kekayaan budaya yang ada di Indonesia merupakan sebuah potensi bagi industri kreatif. Sehingga, para pelaku industri kreatif juga perlu untuk dilindungi melalui regulasi
Jika inovasi merupakan hal penting untuk pertumbuhan perusahaan, maka satu hal yang sangat penting untuk dikembangkan adalah budaya perusahaan yang kreatif. Tidak peduli ukuran perusahaan, industri atau anggaran, perubahan lingkungan dan perilaku tertentu dapat meningkatkan hasil kreatif tim perusahaan Anda. Yang selanjutnya akan menarik bakat yang tepat dan membawa kemajuan perusahaan melebihi perkiraan Anda. Berikut adalah 10 cara untuk mengubah budaya perusahaan menjadi lebih kreatif 1. Membangun tempat kerja yang menginspirasi. Semuanya dimulai dengan tempat kerja. Tempat kerja memengaruhi produktivitas kerja. Pada zaman modern seperti saat ini, perusahaan harus bergerak cepat dan berinovasi terus-menerus. Dan ini tidak akan terjadi jika masih menggunakan warna model lama yang membosankan dan pencahayaan di ruang kantor yang kurang baik. Ruang besar dan terbuka, ruang tamu yang nyaman, jendela besar, dapur dan fasilitas nyaman seperti kamar mandi dan parkir kendaraan. Hal-hal tersebut dapat Anda jadikan gambaran untuk membuat tempat kerja yang baik. 2. Jam kerja yang fleksibel. Meskipun jam kerja yang konsisten dibutuhkan suatu organisasi, terkadang pikiran kreatif tidak bisa muncul pada jam 0800-1600. Tiap ornag memiliki ritme berbeda yang membuat mereka lebih atau kurang produktif pada jam-jam tertentu. Bagi sebagian orang, ide-ide terbaik datang di tengah malam atau selama makan siang panjang ketika pikiran santai. Dalam dunia teknologi, misalnya, biasa bagi para pengembang untuk lebih produktif ketika kondisi lebih tenang disaat menjelang malam. Jadi mereka mungkin memilih untuk tidur di siang hari dan bekerja dengan baik di kesunyian malam. 3. Buatlah hari libur. Salah satu cara paling tepat untuk menemukan inspirasi adalah beristirahat dari pekerjaan. Inspirasi lebih mungkin datang ketika orang bebas dari rutinitas sehari-hari. Pikirkan tentang berapa kali Anda memiliki ide cemerlang selama di pesawat atau naik kereta api. Ada nilai yang luar biasa dengan hanya mengambil satu atau dua hari libur untuk beristirahat di rumah, dapat juga dengan berjalan melewati lingkungan baru di kota Anda. 4. Membangun sebuah tim yang beragam. Banyak pemilik bisnis kreatif sering mengeluh bahwa mereka memiliki kesulitan dengan staf yang beragam. Mungkin mereka berusaha untuk menemukan replika dari diri mereka sendiri. Mereka keliru menganggap bahwa bisa menemukan “kembaran” profesional yang bisa memajukan bisnis mereka dalam semalam. Sebaliknya, bangunlah tim yang beragam dengan kekuatan terletak pada pengalaman kerja anggotanya, pendidikan dan latar belakang budaya perusahaan yang berbeda satu sama lain. 5. Utamakan tim. Untuk memiliki budaya perusahaan yang benar-benar kreatif, staf Anda harus menjadi prioritas terbesar. Meskipun Anda mungkin berpikir bahwa pelanggan harus selalu diutamakan, ambil contoh dari CEO hebat seperti Virgin Group Richard Branson dan Zappos Tony Hsieh, yang telah membuktikan bahwa mengutamakan tim membuat pelanggan dan bahkan pemegang saham bahagia. 6. Hargai pengambilan risiko. Sekarang Anda telah menciptakan waktu dan ruang untuk kreativitas, lebih lanjut lagi, beri penghargaan pada setiap pengambilan risiko. Pikirkan perusahaan yang menginspirasi Anda Berapa banyak dari mereka mencapai sukses dengan mengikuti tradisi dan berpegang teguh pada aturan? Membangun perusahaan sendiri adalah risiko yang sangat besar. Jadi mengapa tidak bekerja dengan orang-orang yang dapat mengambil risiko untuk lebih dekat dengan visi Anda? Perusahaan seperti Google, mengamanatkan para karyawan untuk mendedikasikan jam kerja mereka mengembangkan proyek-proyek mereka sendiri, sehingga mendorong perilaku pengambilan risiko dalam lingkungan yang terkendali. 7. Menekan “perselisihan”. Tidak selamanya perselisihan itu buruk, terutama untuk berbagi ide. Anda tidak perlu melakukan perang internal kantor atau membuat perselisihan psikologis. Tidak, perselisihan antara profesional akan memunculkan perdebatan dan perdebatan dapat membuat ide-ide besar muncul. 8. Cobalah pemecahan masalah secara kelompok. Pada bisnis kecil, setiap karyawan harus membantu satu sama lain untuk menyelesaikan proyek-proyek besar. Seseorang dari tim desain mungkin harus bekerja dengan seseorang dari pemasaran. Ciptakan situasi di mana orang-orang dengan keahlian yang sangat berbeda dan perspektif berbeda harus bekerja sama, hal tersebut dapat merangsang timbulnya kreativitas terbaik. 9. Mengarahkan dengan baik. Biarkan orang menyuarakan apa yang mereka rasakan. Dorong anggota tim Anda untuk berbicara secara terbuka daripada selalu mendorong untuk menjadi orang “baik” apalagi jika mereka mulai saling menyerang. Ciptakan budaya perusahaan dimana karyawan mengajukan pertanyaan keras satu sama lain tanpa defensif. Hal ini memastikan bahwa orang tidak gampang puas dan terus berpikir ketika berbicara tentang masalah yang paling relevan dan mengajukan pertanyaan cerdas. 10. Otonomi dan tanggung jawab. Di sebuah perusahaan kecil dengan visi besar, bahkan karyawan yang paling junior menanggung banyak tanggung jawab. Beri orang tanggung jawab untuk suatu harapan yang besar ditambah memberi mereka otonomi untuk membuat keputusan sendiri dengan bimbingan seminimal mungkin. Hal ini menciptakan suasana yang sangat mendukung kreativitas. Jika Anda bisa menjadi pemimpin yang menyenangkan bagi karyawan, dan bisa menciptakan suasana kerja yang kreatif, budaya perusahaan yang luar biasa pun akan tercipta. Pastikan karyawan Anda senang bekerja dan bisa menuangkan ide kreatifnya. Satu hal lagi yang penting, Anda harus tahu manajemen tim yang baik, agar bisa mengurangi tekanan tanggung jawab besar pada karyawan. Sehingga setiap karyawan punya beban pekerjaan sesuai dengan kemampuan.
KakaduCultural Tours. Kakadu Cultural Tours mengkhususkan diri untuk wilayah Ubirr yang lebih luas, termasuk salah satu lokasi yang paling sakral dan menakjubkan di Kakadu National Park, Ubirr itu sendiri.Di perusahaan dengan pemandu Aborigin yang dominan, para tamu dapat mengikuti pesiar budaya di sepanjang Alligator River; memulai tur budaya dan warisan 4WD satu hari di Arnhem Land dan
Kreativitas dan budaya dalam industri ekonomi kreatif memiliki posisi strategis dalam melihat potensi lokal secara “smart”.Dua kata “Kreativitas” dan “Budaya” juga merupakan kunci, jika suatu daerah ingin skema competitive advantages, dua kata ini juga merupakan pilar dan sentral pembangunanindustrial clusters Porter, 1990 yang digagas jauh sebelum kita mendiskusikan berbagai konsep ekonomi kreatif di penting kemudian untuk melihat kembali kapan dan sebaiknya bagaimana kita mulai merealisasikan konsep ekonomi kreatif melalui implementasi strategi ekonomi kreatif di Indonesia dengan melihat kembali skala lokal sebagai pilar nasional. Tujuan penelitian ini adalah; 1 Mendapatkan gambaran mengenai penerapan industri ekonomi kreatif berbasis local context budaya dan kreativitas lokal, 2 Mengembangkan strategi sebagai salah satu solusi untuk mendorong pengembangan ekonomi petani kopi, 3 Menemukenali strategi bagaimana menumbuhkan enterpreneurship pada petani kopi lokal Jangkat. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisa kualitatif sebagai sebuah kajian temuan diharapkan dapat berimplikasi sebagai strategi solusi-pengembangan kopi lokal Jangkat-Merangin sebagai lokal branding daerah yang layak dipertimbangkan dalam skala yang lebih luas. Namun di sisi lain juga dapat dijadikan model pembelajaran pada konteks komunitas petani di wilayah lainnya. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
2 Fiksi adalah suatu karya sastra yang dibuat berdasarkan imajinasi semata dan tidak berdasarkan data yang otentik. 2.2 Spesialisai Pengertian Non Fiksi (kreatif) Nonfiksi adalah karya sastra yang dibuat berdasarkan data - data yang otentik saja, tapi bisa juga data itu dikembangkan menurut imajinasi penulis.
ArticlePDF Available AbstractPemerintah mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Industri Kreatif. Seni pertunjukan, termasuk tradisi lisan yang ada di dalam pertunjukan menjadi salah satu prioritas yang akan dikembangkan agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat pendukungnya. Tujuan tersebut representatif karena masyarakat Indonesia memiliki beragam seni pertunjukan dan sastra lokal yang apabila dikelola dengan baik bisa menjadi penopang munculnya ekonomi kreatif. Banyuwangi, misalnya, memiliki beragam seni pertunjukan dan tradisi lisan, seperti syair­ syair gandrung, lagu­lagu dalam pertunjukan angklung, cerita rakyat jinggoan, dan tradisi wangsalan dan basanan. Sampai saat ini, dinas terkait di Banyuwangi belum dapat membuat kebijakan yang mampu mendukung terciptanya pola pikir, sistem, dan praktik industri kreatif berbasis lokalitas dan tetap mengedepankan karakteristik nilai­nilai kultural yang ada. Untuk itu, tulisan ini bertujuan mengembangkan model industri kreatif berbasis sastra lokal dan budaya Using. Dengan metode etnografis dan analisis yang menggunakan pendekatan cultural studies, model tersebut diharapkan mampu mengembangkan industri kreatif di wilayah lokal. Abstract The Indonesian government announced the year of 2009 as the Creative Industry Year. Performing art, including oral tradition existing in performance, has become a priority which will be developed to improve the prosperity of its supporting community. This goal is representative because Indonesian people have various performing arts and local literature which, if well managed, will support the creative economy. Banyuwangi, for instance, has various performing arts and oral tradition, such as gandrung poems, songs in angklung performance, jinggoan folklores, and traditions of wangsalan and basanan. To date, the relevant services of Banyuwangi government have not been able to make policies able to support the creation of creative industry pattern of thinking, system, and practice which are locally based and keep on proposing the characteristics of existing cultural values. Therefore, this article is aimed at developing a creative industry model based on Using local literature and culture. By using ethnography method and cultural studies approach, the model is expected to be able to develop the creative industry in the local area. Key Words local literature; Using culture; creative industry; revitalization Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. SASTRALOKALDANINDUSTRIKREATIFREVITALISASISASTRADANBUDAYAUSING1LocalLiteratureandCreativeIndustryRevitalizationofUsingLiteratureandCultureNoviAnoegrajektiJurusanSastraIndonesia,FakultasSastra,UniversitasJemberJalanKalimantan37Jember,Pos‐el regional, khususnya Banyu‐wangitidakhanyaterjadipadamasape‐merintahan sekarang. Sejak 2000—2005, bupati Samsul Hadimendeklarasikan JenggiratTangiseba‐gaisebuahgerakankebudayaanpenegu‐han identitas Using sebagai masyarakatlokal. Bupati Ratna Ani Lestari 2005—2010 dengan gerakan HijoRoyoroyo,dan bupati Abdullah  2010—sekarang183 ATAVISME,Vol. sember201dengan TheSunRiseofJava.Ketigage‐rakan tersebut memperlihatkan bagai‐mana pimpinan daerah mengekspresi‐kan daya dalam ta aran16,No.2,EdisiDe 3183—1 18493 segera berubah menjadi sesuatuyangeksotisbagiorang bu t po‐litis.Kebijakan JenggiratTangi diputus‐kanmelaluiSKbernomor173tertanggal31 Desember 2002 yang menetapkan“bahwa dalam rangka mendorong tum‐buhnya semangat ikut serta memilikidaerah dengan segala kebudayaannya,yang pada gilirannya akan mampu me‐ningkatkan pembangunan di bidang ke‐pariwisataan, maka perlu adanya upayameningkatkanpromosipariwisatadiKa‐bupatenBanyuwangi.Tampak dari kon‐sideran,dua arti pentingproyekpeman‐faatan gandrung sebagai maskot. Pertama, gandrung dianggap sebagai wakilataurepresentasibudayadaerahBanyu‐wangi.Kedua, gandrung dipakai sebagaikomoditiuntukmenarikpariwisata.Posisi gandrung sebagai tanda dae‐rah Banyuwangi tersebut mengalahkantanda yang sudah berumur puluhan ta‐hun, yakni patung ular berkepala gatot‐kacayangterpajangdibanyaktempatdikota Banyuwangi termasuk di depankantor kabupaten dan pendopo tempatbupati berdomisili. Tanda ini juga telahtersosialisasi ke dalam kehidupan ma‐syarakatdanmenjadiaksesoridiataspi‐gura gong gandrung Anoegrajekti,200775.Keseniangandrung  yangbagiorang Banyuwangi merupakan bagiandarikehidupansehari‐haridan ciri khasmereka,ketikamenjadi promosi pariwi‐sata, 2Proyek pemanfaatan gandrung se‐bagai maskot pariwisata Banyuwangiadalah bagian dari proyek JenggiratTangi, sebuah proyek politik yang di‐maksudkan untuk mendorong kebang‐kitandaerahdanmasyarakatnya.Selainpemaskotan gandrung, proyek ini jugamencanangkan beberapa kegiatan yanglain, seperti sehari berbahasa Usingsetiaptanggal18Desembersetiaptahunbersamaandenganhari ulang tahunBa‐nyuwangi, sepekan berbusana Using18—25Desember,danpenerbitanma‐jalah berbahasa Using. Khusus untukyangpertamadankeduahanyaberlakubagi setiap pegawai negeri maupunswastadiseluruhBanyuwangi.ProyekpolitikJenggiratTangi,yangdideklarasi‐kan pada 18 Desember 2002 ini, cukupsemarak terutama dengan pajangan‐pa‐jangan billboardbesar kecil bertuliskanJenggiratTangidibanyaktempatstra‐ dari proses elit semata, me‐lainkan juga bagaimana identitas Usingjikadikaitkandenganresponmasyara‐katdalamrealitaskekinianyangmenun‐jukkankemajemukan.Penegasanidenti‐tasUsingdanberbagaiupayakonservasigandrungberaturanbaku,baikmelaluiregulasimaupunsosialisasitersebut, se‐laindianggap kontroversi olehkalanganpolitisi, juga berlawanan dengan kenya‐taan bahwa pertunjukan gandrung bu‐kansajatidakmempertimbangkantra‐disid Uanidentitas singtetapitelahmen‐jadipasar,terbuka,dan gandrung saat ini me‐nunjukkan bahwa kesenian ini telahmengalami perkembangan yang sangatjauhseiringdengandinamikakomunitasUsingitu sendiri.Pertunjukan gandrungseperti halnya kesenian tradisi lain, bu‐kan saja menjadi profan dan murni hi‐buran melainkan juga berinteraksi dansaling memengaruhi dengan kesenian‐kese nianlaintermasukdengankesenianpopulersepertidangdut.SelainkesenianGandrung,masyara‐katUsingdiBanyuwangi memiliki bera‐gamsenipertunjukandantradisilisanyang sampai saat ini masih eksis, misallagu‐lagu dalam pertunjukan angklung,ceritarakyatdalamjinggoan,dantradisiwangsalandanbasanan.Sastralokalda‐lam seni pertunjukan tersebut RevitalisasiSastradanBudsebenarnya bisa menjadi penopang pe‐ngembanganindustrikreatif.Sampaisa‐atini,dinasterkaitdiBanyuwangibelumbisamembuatkebijakanyangbisamen‐dukungterciptanyapolapikir,sistem,dan praktik industri kreatif berbasis lo‐kalitasdantetapmengedepankankarak‐terisailagudansinema og afi,ke ajinan,dandesain.Tomic‐Koludrovic & Petric 2005menjelaskan bahwa era kontemporermenunjukkan kecenderungan lahirnyabeberapaistilahterkaitkreativitas,yakni“kota kreatif”, “kelompok kreatif”, “eko‐nomi kreatif”, “kelas kreatif”, “pekerjapengetahuan”,maupun “kelasberpengetahuan”yang semua itu lebihsesuaidibicarakandalamduatermauta‐ma industrikreatifdanekonomikreatif.Artinya, berdasarkan pengalaman nega‐ra‐negaraEropaTenggara,industrikrea‐tifyangbisamengembangkandanmem‐berdayakan kreativitas individual mau‐pun kelompok masyarakat, pada dasar‐nya,bisamendorongdan mengembang‐kanekonomi kreatif;sebuah sistemdanprakya...NoviAnoegrajekti185tik nilai‐nilai kultural yang adaAnoegrajekti,2010.Tulisan ini bertujuan untuk menje‐laskanbagaimanaindustrikreatifberba‐sissastralokaldanbudayaUsingdikem‐bangkan.Denganmetodeetnografisdananalisis culturalstudies, model tersebutdiharapkanmampumengembangkanin‐dustrikreatifdiwilayahlokal.TEORIIndustri kreatif merupakan salah satukonsep yang paling banyak diperbin‐cangkandi kalangan akademisimaupunpembuat kebijakan akhir‐akhir ini. Ke‐tika peningkatan industri dan ekonomiberbasis sumberdaya alam semakinmendapattantangan karena keterbatas‐an bahan, industri kreatif berbasis pe‐ngetahuan dan talenta kreatif menjadipilih aan paling masuk kal untuk meng‐gerakkanekonomi.Konsep industri budaya merujukkepadaindusriyangmengkombinasikankreasi,produksi,dankomersialisasikon‐ten‐konten kreatif yang bersifat intangibledan kultural. Konten‐konten terse‐but secara tipikal dilindungi oleh copyrightdanbisaberbentukindustribarangmaupun jasa. Industri budaya secaraumumberbentukpercetakan,penerbit‐andanmultimedia,audio‐visual,pro‐duks t r rtik ekonomi yang lebih mendasar‐kankepadakreativitasdanpengetahuan.Industribudayamemanglebihdi‐gerakkan oleh para pemodal/perusaha‐an besar yang mencari keuntungan me‐laluisistemindustribudayadengancaramemproduksi dan mendistribusikanproduk budaya secara nasional ataubahkaninternasionalyangdidalamnyaterdapat keseluruhan organisasi yangterlibat dalam proses penyaringan pro‐duk‐produkdanide‐idebaruyangber‐asal dari personel kreatif yang beradadalam level subsistem Granham dalamSariono,etal, 2009. Sementara,konsepindustri kreatif menekankan pada ting‐katanyanglebihluasdariaktivitasyangtermasukdidalamnyaindustribudayadan semua produksi kultural atau artis‐tik, baik yang bersifat liveseperti senipertunjukan maupun yang diproduksiolehunit‐unitindividual.Maka,industrikreatif secara umum mencakup penye‐diaanprodukataujasayangjugamemu‐atelemen‐elemensubstansialdariusahakreatifdanartistik.METODESebagaipersoalankebudayaan,sastralo‐kaldanindustri kreatif dalam kaitannyadengan revitalisasi sastra dan budayaUsing dikaji secara etnografis denganmemusatkan perhatian pada sistem pe‐ngetahuan yang dimiliki subjek dan ba‐gaimana pengetahuan itu diorganisasi‐kan untuk menentukan tindakan. Selainitu, metode etnografi digunakan untukmenemukan bagaimana masyarakat ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember20mengorganisasikanbudaya dalam pikir‐anmerekadankemudianmenggunakanbudaya tersebut dalam kehidupannya.Pendekatanini lebih bersifatholistik‐in‐tegratifdalamrangkamendapatkannative’spointofview.Data primer maupunsekunderakandikumpulkandenganwa‐wancara mendalam indepthinterview,pengamatan terlibat participantobservationdanpelacakan dokumen tertulis.Spradley 1997118; Barker, 200027menyebut analisis etnografi sebagai pe‐meriksaan ulang terhadap catatan la‐panganuntukmencarisimbol‐simbolbudaya yang biasanya dinyatakan de‐nganbahasaaslisertamencarihubung‐an antarsimbol. Metode interpretasi di‐pergunakan untuk mengakses lebih da‐lam terhadap berbagai domain yang di‐alamiahkan dan aktivitas karakteristikpelakuyangditelitiSebuahanalisisetno‐grafis, seperti yang dikatakan Spradleyberangkatdarikeyakinanbahwase‐orang informan telah memahami se‐rangkaian kategori kebudayaannya,mempelajari relasi‐relasinya, dan me‐nyad m h ng13183—1 18693merepresentasikan Using, bahkanBanyuwangi.Identitas kultural selalu dikaitkandenganhibriditasdandiaspora.MenurutHall 1997; Melani, 200538 identitasbukanlah esensi, melainkan sejumlahatribut identifikasi yang memperlihat‐kan bagaimana kita diposisikan danmemposisikan diri dalam masyarakat,karenaaspekbudayadankesejarahanmerupakan keniscayaan. Hall menekan‐kan bahwa identitas sebagai suatu pro‐duksi yang tidak pernah tuntas, selaludalamprosesdanselaludibangundalamrepresentasi.Identitastidak bersifatsta‐tis, selalu dikonstruksikan dalam ruangdan aktu, serta bersifat kompleks danmajemuk.ari atau engetahui ubu an de‐ngankeseluruhannya.Identitas menurut Hall 1993menghubungkan representasi denganpolitik.  Politiklah yang membuat kartupos pemandangan dan penari Bali bisadianggapmerepresentasikanBali.Halinidapat diidentikkan bahwa politik kebu‐dayaanyangdapatmembuatsastralokaldalamsenipertunjukanBanyuwangida‐patwHASILDANEMBA ASANSiapaOrangUsing?Masyarakat Using adalah pendudukawal Banyuwangi dengan klaim sebagaietniktertentuyangditandaiduahal.Per‐tama, mengalami sejarah penindasandan penaklukan yang panjang oleh ke‐kuatan‐kekuatan politik Majapahit, De‐mak,Buleleng,danBelanda,bahkanJa‐wakontemporermemarginalisaside‐ngan stereotipe dan stigma. Oleh sebabitu,populerdikalanganelitemerekase‐buah ungkapan resistensi ”bukan Jawadan bukan pula Bali” dari segi bahasamaupun adat‐istiadat. Kedua, dalam se‐jarahnya yang panjang pula, mereka te‐lah mengalami kehidupan bercampurdengan etnis‐etnis lain yang berdatang‐andariberbagaidaerahdiJawa,Madura,Bali,danSulawesiSelatanbaikbersama‐an dengan pembukaan perkebunan Be‐landadiawalabadke‐20maupundima‐sasesudahnya. Dalam konteks kehidup‐anekonomidanpolitik,komunitasyangsebagianbesarbermatapencaharianpe‐tani ini tampak menempati posisi pojokyangP Haksesnyaterhadapsumber‐sumberekonomidankekuasaanrelatiflemah.Mayoritas mereka beragama Islamsinkretikdan hanyasebagiancenderungmenjadi Islam ortodok‐puritan, tetapijustruyangterakhiritulahyangmem‐perlihatkan otoritas lebih kuat. Sepertihalnyakesenian‐keseniantradisiditem‐pat lain, gandrung merupakan kesenianyang didukung dan dimiliki oleh danmenjadi bagian penting dari hidup dankehidupan komunitas Using Banyu‐wangi.Sebuah komunitasetnik yangdi‐kenal sebagai penduduk paling awaldaerah itu dan sekarang menyebar di RevitalisasiSastradanBudbeberapakecamatanbercampurdengankomunitas lain seperti Jawa, Madura,Bali, angaya... CirikhaskarakteristikbudayaUsingyang menonjol adalah sinkretis, yaknidapat menerima dan menyerap budayamasyarakat lain untuk diproduksi kem‐balimenjadibudayaUsingSingodimayan,1999.Selainitu,budayaUsingjuga akomodatif terhadapkekuat‐ansupranatural,gaib,danmagis.Haliniterlihat dalam sinkretisme agama Islamdengankepercayaananimisme‐dinamis‐me yang terakumulasi dalam keyakinanterhadapdhanyang, seperti dalam ritualSeblang, Barong, dan Kebo‐keboan. Se‐dangkansinkretisme dalam dimensi ke‐senian tampak dalam seni Hadrah Kun‐tulan yang memadukan seni Islami de‐ngan anggapan tabu penari perempuanSaputra,201130.NoviAnoegrajekti187dan etnik pendatang lain yjumlahnyasangatkecil.Masyarakat Using mempunyai pe‐ngalaman sejarah yang berbeda dengankomunitas‐komunitas lain di Banyuwa‐ngiterutamaberkaitandengankekuatanpolitikkerajaandimasalalusepertiDe‐mak,Mataram,danBuleleng.Merekase‐lalu menjadi objek penaklukan baik un‐tukkepentinganperluasan wilayah, mo‐bilisasikekuatanmassa,kekuataneko‐nomi, maupun pengaruh kultural yangsemua itu diperlukan oleh kerajaan‐ke‐rajaanbesartersebut.Sebuahpengalam‐an sejarah yang membentuk sistem bu‐daya Using yang kini mengakar dan di‐artikulasi dalam kehidupan sehari‐haribaik dalam kehidupan kolektif sesamamerekamaupun dalam interaksinya de‐ngankomunitaslain. Sebagai komunitasyangtidakekslusif,masyarakatUsingberinteraksi secara intensif dengan ko‐munitas‐komunitas lain di Banyuwangibaik dalam kehidupan sosial politik,ekonomi,maupunbudaya.Suatupe‐ngalaman interaksi yang memengaruhisistemnilai dan tatananhidup yangadaataubahkanmelahirkanyangbaru.Dalam hal kepribadian, karakteris‐tikorangUsingberbedadariorangJawa.Menurut Singodimayan kepribadianorangUsingtidakbersifathalus atau to‐leransepertiorangJawa,melainkanber‐sifataclak,ladak,danbingkak.Aclakber‐artisokinginmemudahkanoranglain,atau sikap yang memosisikan diri seba‐gai sok tahu. Ladaksikapyangmenun‐jukkan kesombongan dengan cara ber‐canda. Sedangkan bingkakberartiacuhtak acuh dan kurang peduli. Karakteris‐tik ini pun berlanjut pada penggunaanbahasapergaulanyangseringmenggu‐nakankata‐kata ABCasu, babi, celeng.Penggunaankatatersebutbukansebagaikemarahan melainkan sebagai relasipersahabatan.SyairdalamPertunjukanGandrungdanAngklungRepresentasiIdentitasUsingAntusiasme birokrasi dan seniman‐bu‐dayawan Dewan Kesenian Blambanganyangmeningkatsejaktahun 2000 mem‐buatpertarunganberbagaikekuatanter‐hadapgandrungsemakinseru.Gan‐drung, dalam pandangan kelompok inimerupakan kesenian yang mengandungnilai‐nilaihistoriskomunitas Using yangterus‐menerusadadalamposisitertekansecarastrukturalmaupunkultural.Seni‐man dan budayawan Dewan KesenianBlambangan memperlihatkan penegas‐annyabahwagandrungadalahrepresen‐tasiidentitasUsingyangtertekandanmelawan. “Pertunjukan gandrung tidaklainadalahgambaranperlawanankebu‐dayaansebuahmasyarakatUsing.Per‐lawanan terhadap berbagai ancaman,baikyangbersifatfisikmaupunpencitra‐annegatif yangberulang kaliterjadi da‐lam kesejarahan masyarakat Using.”Singodimayan,etal,2003.Merekaper‐cayadanselalumengkampanyekanbah‐wapertunjukangandrungsebelumkese‐nianitumemasukimasavakumditahun1966 sering disebut merupakan ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember20ungkapansejarahpenindasandanperla‐wanan komunitas Using. Bahkan untukmelestarikangandrungsepertiitumere‐ka memproduksi berbagai regulasi danupaya‐upayasosialisasisepertipelatihanpenarigandrungsecarareguler,danfor‐malisasi tradisi merasgandrung. Secaraeksplisit,berbagaiupayakonservasi tra‐disi itu mereka ungkapan untuk “me‐nam13183—1 18893dicatatdandidokumentasidalamingatandanhafalangenerasiberikutnya.Selainsyairtradisiyangpakem,sya‐ir kontemporer Using banyak ditemuidalamseni KendangKempulantaralain“UlanAndhung‐andhung”,“KembangPe‐thetan”, “Gelang Alit”, “Kantru‐kantru”,“CemengManggis”, “LancingTanggung”,dan “Lali‐lalian.” Sedangkan syair‐syairklasikUsingbanyakdimanfaatkandalamgending‐gending ritual dan juga diman‐faatkansebagaipropagandasimbolikda‐lam gerakan perjuangan melawan kolo‐nial, seperti “Padha Nonton”, “SeblangLukipilkan identitas Using” di tengahpertarunganyangsemakinglobal.Sejumlah seniman‐budayawan baikdi Dewan Kesenian Blambangan mau‐pun masyarakat memandang bahwa la‐gu“PadaNonton”mengandungpesan‐pesan perjuangan rakyat Blambangan.FatrahAbal menerangkan bahwadalamtampilanyang paling ekplisit lagu terse‐but adalah irama vokal untuk memberipenghormatan kepada tamu, tetapi jugasecara simbolis mengandung maknaperjuangan. Tim dari Yayasan Kebuda‐yaan Banyuwangi5 berpendapat bahwa“Pada Nonton” adalah sebuah sindiranterhadap pembuatan jalan tembus keBanyuwangi menyambung jalanDeandels yang berujung di Panarukan,atau peristiwa pembuatan terowongankereta api Merawan yang mengakibat‐kanr lambanganakyatB harusmenerimakerjapaksa.Bahkan ada juga yang menafsirkantentang para pembesar yang mengham‐burkan hawa nafsunya dengan para pe‐rempuan Blambangan. Oleh karena itu,menurutFatrahAbal,“PadaNonton”bu‐kansaja dipandangsebagai sebuahlaguyang dinikmati tetapi juga merupakansejarahperjalananmasalaluorangUsingyang nta”,“SekarJenang”,dan“KembangPepe.”Gandrungtampaknyamemangsulitmelepaskan dari perhatian pihak luar.Beberapakekuatanyangbertumpupadadukungan massa seperti partai politikselalu merengkuhnya. Pada dasawarsa50‐an ketika pertarungan antarpartaipolitik sangat ramai dan meluas, gan‐drung diperebutkan terutama oleh Par‐taiKomunis Indonesia PKI melalui or‐gannya, Lembaga Kebudayaan RakyatLekradanLembaga Kebudayaan Nasi‐onalLKNmilikPartaiNasionalIndone‐siaPNI. Gandrung,seperti halnyaang‐klung,dimanfaatkanolehLekramaupunLKN untuk memobilisasi massa pendu‐kungnya masing‐masing secara terusmenerus, tidak hanya ketika partai‐par‐taiitumemerlukandukunganpraktisse‐pertiPemilusebagaimana kecenderung‐anpartaipolitiksekarang.CengkeramanLekra terhadap gandrung mengharus‐kankesenianini untukselalumelantun‐kansecararutinlagu‐laguyangdiklaimsebagai“cirikhas”nyasepertilagu“Gen‐jer‐genjer”.Justru karena itulah, gandrung di‐identifikasidengan Lekrayang komunisdansejakperistiwa1965terkenalarang‐an pentas, bahkan lagu‐lagu yang biasadidendangkannya tidak boleh dikuman‐dangkan,dantariannyapunmenjaditer‐larang.Hampirtujuhtahunsejakperisti‐watersebutpentasgandrungtidakterli‐hat di Banyuwangi. Para seniman gan‐drungyangdikategori komunisdibunuhatau menjadi tahanan politik dan mere‐kayangbukankomunistidakberanime‐mentaskannya. Seluruh warga masyara‐katBanyuwangiketakutanuntukme‐mentaskan kesenian ini karena cap ko‐munis. RevitalisasiSastradanBudGandrungmunculkembalipadada‐sawarsa tahun ’70‐an, bersamaan de‐ngandimulainyaproyekRevitalisasi Ke‐budayaanDaeraholehDepartemenPen‐didikandanKebudayaan,sebuahproyekyangdirancangdandikerjakansecarasistematis dalam bentuk penelitian,penggalian, inventarisasi, dokumentasi,pembinaan,pelatihan,dansertifikasiter‐hadapsetiapkeseniandaerahdalamke‐rangaya... etnik melalui ek si k ian se‐pertigandrungFatrah Abal dan HasnanSingodimayan keduanya budayawanBanyuwangi menceritakan bahwaDjoko Supaat Slamet memberikan pelu‐angbagiseniman‐senimanLekraBanyu‐wangi seperti Andang CY budayawandanpencipta lagu, SlametMenur,  danEndroWilisyangmasihhidupdanmen‐dorongmerekauntuktetapberkaryadengancatatantidakmenyebarkanpa‐ham komunisme. Baik Andang, Slametkoreografer, Endro Wilis pencipta la‐gumaupunBasyirpenciptalagusam‐paikinimasihberkaryasenidandiakuiolehpublikdiBanyuwangitanpa diskri‐minasi. Bahkan Slamet pada akhir 2004berhasil mereproduksi lagu‐lagu yangpada60‐an diklaim sebagaikarya Lekradan sajak tahun 1965 tidak dikuman‐dangkansepertiAngklungSorenCepMenengo,Rantag,Emasemas,Sekolah,danPadhaNginangciptaanMoch.AriefdanEndrNoviAnoegrajekti189kapemantapanintegrasidansta‐bilisasipolitik dan Samsul Hadi 2000—2005,berperansangatpenting dalam menghi‐dupkankembaligandrung dan kesenianUsinglainyangtampakmulairedupolehberbagaifaktor, antara lain desakan do‐minasi budaya tertentu dan modernitastermasuk budaya pop yang merambahBanyuwangi.TerutamaSamsulHadi,bu‐pati 2000—2005, menjadi agen palingpentingdalammerepresentasikanUsingditengah‐tengah pergaulan kebudayaandan spre esen.o Wilis, keduanya seniman ang‐klungkelompokLekra.Selainpertunjukangandrung,syair‐syair Banyuwangi juga berkembang le‐wat kesenian angklung sejak tahun1940‐an. Melalui grup Angklung SriMudadangrupangklungyanglain,tem‐bang‐tembang Banyuwangenmulai po‐puler.Kemunculangrupmusikangklungmulaimarakdan hampir terdapatdise‐luruh desa di Banyuwangi. MenurutAndangCY,“DuluSriMudaitusangatdi‐gemarimasyarakat.Hampirdisetiapde‐saada.Nah,darisitulagu‐laguditampil‐kanmelaluisenisuaradansenitari.”Peristiwatahun1965dankebijakanpolitikOrdeBaruterhadapkesenianrak‐yat rupanya berimplikasi sangat luas dikalangan masyarakat hingga di lapisanpalingbawah.FatrahAbal,Hasan Basri,dan Hasnan Singodimayan melukiskanbahwasejakperistiwa yang menggeger‐kanituseluruhmasyarakatBanyuwangitidak mau mementaskan gandrung danmendendangkan lagu‐lagu Banyuwangen dengan berbagai alasan. Di antaraalasan tersebut adalah ketakutan danmenganggap bahwa kesenian maupunlagu‐lagu itu adalah komunis, meskipunsebelumnyamerekamenjadipenggemardanpenontonsetianya.Itulahsebabnyamengapa Fatrah Abal bersikukuh mere‐kam lagu‐lagu ciptaannya dengan iring‐anorkesmelayudanmeragukanimbau‐an Supaat untuk mempergunakan ang‐klungsebagaipengiringnya.Dorongan dan kebijakan politik lo‐kal Djoko Supaat Slamet membangkit‐kankesenian Banyuwangenmemangsa‐ngat penting dalam sejarah gandrunghingga digemari kembali oleh masyara‐kat Banyuwangen, tetapi beberapa ke‐cenderungan sosial dan politik baru didaerah itu juga ikut menentukan peru‐bahan tersebut. Dari kasus‐kasus mikroterlihat, seperti dituturkan Hasan Basri,seorang Guru SMPN 1 Banyuwangi, ATAVISME,Vol.16,N ,EdisiDe ber201bahwa rekaman lagu‐lagu kendangkempulo.2 sem 3183—1 19093LagudalamSeniPertunjukandanIndustriKreatifRevitalisasiHibridPotts & Cunningham 2008 menawar‐kanempatmodelterkaitsistemdanme‐kanismeindustrikreatif.Pertama,modelkesejahteraanmerupakanjejaringpeng‐gerak pada sektor ekonomi, meskipunmembutuhkanbiayabesar,yangmampumemberikankontribusi menyeluruh ba‐gipeningkatankesejahteraansecarapo‐sitif. Dengan model ini, industri kreatifmelibatkan proses produksi komoditasdengan nilai kultural tinggi, namunmenghasilkannilaipasarrendahataubi‐sa kurang menguntungkan. Untuk bisamemastikankesejahteraandalamkondi‐si demikian, dibutuhkan kebijakan ne‐garayangdipusatkankepadapengaloka‐sian kembali pendapatan dan sumberdayaataupengendalianhargaagarbisamelindungi aset kultural berharga. Ke‐dua,modelkompetisi mengabaikannilaikulturaldariprodukyangdihasilkanin‐dustrikreatifkarenamerekapadadasar‐nya hanya “industri” yang membutuh‐kan kompetisi dan pasarlah yang me‐nentukan baik‐buruknya. Segala keun‐tunganyangbisameningkatkankesejah‐teraan para kreator atau seniman/watidiperoleh dari kompetisi pasar. Ketiga,model pertumbuhan mengidealisasi re‐lasiekonomipositifantarapertumbuhansektorindustrikreatifdansektorekono‐misecara umum.Artinya, industrikrea‐tif mampu memperkenalkan ide‐ide ba‐ruyang bisa mempengaruhisektor‐sek‐torlainatauindustrikreatifbisamemfa‐silitasiprosesadopsidanpenguatanideatausertateknologibarudisektorlain.Keempat,modelinovasimengasumsikanindustrikreatifmampumemunculkandanmengkoordinasikanperubahaneko‐nomiberbasis pengetahuan. Signifikansiindustri kreatif bukanlah pada kontri‐busirelatifterhadapnilaiekonomi,teta‐pikontribusimerekabagikoordinasiideatauteknologibaru,sehinggaikutpulamempengaruhiprosesperubahan.Keha‐diran rnet, misalnya, mdi Genteng yang memadukanirama gandrung dan kasidah,menonjolkan lirik‐lirik bahasa agamaIslam, dan mempergunakan bahasaUsing membuat orang Banyuwangibersedia menerima kembali lagu‐laguBanyuwangi.Hal itu diperkuat oleh Golkarisasiyangsaatitumerasuksampaipedesaan.GolkarisasidiBanyuwangidanmungkinjugadidaerahlain,sangatmemengaruhiorang Banyuwangi dalam mempertim‐bangkan banyak hal dari sudut agamaataudengankatalainmengurangikon‐sentrasi berpikir tentang purifikasi danortodoksiagama Islam. “Golkarisasidisini berarti sekularisasi dan memenga‐ruhi semua aspek keberagamaan orangBanyuwangi,”jelas HasanBasri. Dengandemikian,jikawaktuituorangBanyu‐wangimenolak lagu‐lagu Using yangdi‐klaim sebagai komunis hanya karenabertentangandengan agama, makaketi‐ka konsentrasi tentang purifikasi pudar,orang Banyuwangi menerima kembalilagu‐ Using dan tidak memperten‐tang adenganagama.lagukanny inte enghadirkanbanyakperubahanmodel Banyuwangen kontemporertahun 2000‐an mengkaji strategi paramusisi Banyuwangi dalam mengemaskekayaan lagu daerah dengan nuansamusik modern sehingga menghasilkanprodukbernuansahibrid.Hampirsemualagu dalam pertunjukan Gandrung da‐lam versi apapun disco, dangdut, danremixbanyakdijualdikios‐kioskaset.Disampingitu,lagu‐lagugandrungjugater‐sedia lagu‐lagu JangerJinggoan,Kuntulan,danAngklung.Sampaisaatini,lebih dari sepuluh perusahaan rekamantelahberoperasidiBanyuwangi,sepertiAnekaSafariRecord,SandiRecord,KatulistiwaRecord, ScorpioRecord, danGemini Record. Hampir pasti RevitalisasiSastradanBudperu e duk‐silag aya...asi modernitas masyarakat anyu‐wangi.Aspek penciptaan menjadi sangatpentingdalamindustrikreatif,untuk ituada beberapa model dalam pengem‐bangannya, pertama, menekankan padarevitalisasi tradisi lokal yang menjadiinspirasi penciptaan lagu‐lagu yangmengambil dari syair‐syair klasik ritualseblangdan gandrung; kedua, memadu‐kanlagu‐lagudalam keseniantradiside‐ngan pertunjukannya, seperti gandrung,jinggoan,danangklung, dan ketigalebihmenekankan pada eksplorasi keinginanpasardengantetapmentransformasike‐lokalan. Beberapa model ini diharapkanmampu menjadi dasar berkembangnyaekonomi kreatif bagi penggiat seni danmasyarakatBanyuwangi.NoviAnoegrajekti191sahaankasettersebut m mprou‐lagu tradisiBanyuwangi.Musik dengan lagu‐lagu disco, kendangkempul,danpatrollebihbanyakdi‐terima banyak kalangan. Menurut pe‐ngakuan Ahmad Ahyani, sekitar tahun2000,diameramu musik tradisidenganwarna musik yang lain. Dalam albumKangenBanyuwangi,DiscoEthnic2000GandrungTemumenyanyikanlaguyangberjudul“OjoCilikAti”dalamversidisco.“Inibagiandarimenciptakanselerapasar,” ungkapnya. Di luar dugaan, al‐bum tersebut mendapat sambutan luarbiasa dari masyarakat. Dalam sebulan kaset yang diproduksi terjualQomariah,2008108.BahkanbeberapalaguyangdiedarkanolehAnekaSafarihingga pertengahan tahun 2005 seperti“Layangan”, “Tetese Eluh”, “Semebyar”,dan“TelongSegoro”mampumenembusangka masih tetap berlangsung. Halinimenunjukkan peredaranyang cukupfantastis untuk ukuran album yangdiedarkanditingkatlokaltanpapromosibesar‐ Rekaman dalam format ca‐kram digital CD, di satu sisi, menjadimedium baru bagi para musisi untukmasuk ke dalam dalam jagat industrimodern. Di sisi lain, format tersebutmenjadi siasat para musisi Banyuwangiuntuk terus menegosiasikan budaya lo‐kalBanyuwangi di tengah‐tengahtrans‐form BSIMPULANSyair‐syair dalam seni pertunjukan tra‐disidannilai‐nilaisimboliknyadiperjual‐belikandipasarmeleburdalamkomodi‐fikasisimbolikkekuasaan.Sifatidentitasyang constructeddan kontekstual  me‐nyebabkan representasi identitas tidakpernahtunggaldanstatis.Haliniterbacadalam syair‐syair dalam pertunjukanGandrung, Angklung, dan Jinggoan.Identitas Using yang ditegakkan dengankonservasitradisidalamsetiappertun‐jukan akhirnya lebih berbentuk proyekpolitik yang diciptakan dalam kontekspergulatanpolitikdanekonomidiBanyuwangi.  Dalam berbagai ekspresilintasbudaya,perebutankepentinganlo‐kal, nasional, dan global berkontestasidan terus saling berinteraksi secara di‐namis untuk diartikulasikan sebagai ge‐rak kebudayaan. Lagu “Pada Nonton”,“Sekar Jenang”, yang wajib dibawakansaatJejerGandrungtiba‐tibamengalamireproduksi makna ketika lagu tersebutmulai direkam, dipasarkan, dan diper‐dengarkan setiap saat. Sebagai sebuahproduk,budayabarumerupakanbentukperpaduan dan harmonisasi yang dicip‐takanmelaluikebijakan pemerintah dankapitaldalammempertemukanmodern‐itas danlokalitas dalamruang negosiasiyangterus‐menerus.1. Artikel ini disunting dari makalah yang ber‐judul“SastraLokaldanIndustriKreatifRevi‐talisasiSastradanBudayaUsingBerbasisLo‐kalitas” yang saya presentasikan pada “Se‐minar Nasional Bahasa dan Sastra” tanggal ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember2013183—19319212—13September 2012, di Badan Pengem‐bangan dan Pembinaan Bahasa, Kementeri‐anPendidikandanKebudayaan.2. Proyek‐proyekpariwisatadisetiapdaerahdiIndonesia selalu berkaitan dengan alam, et‐nik, dan kebudayaan. Selanjutnya lihat, an‐taralain Logman, 1994; ValeneSmith,”Introduction”, dalam Valene I Smithed. HostandGuestsTheAnthropologyofTourism USA Universitas of Pennsylvaniapress,1977.3. Dengan tekanannya pada penonjolan Using,proyekinimendapatbanyakkritikdanmen‐jadibagiandaripertarunganpolitikdiBanyuwangi.Proyekinidipandangterlalumemihak pada salah satu etnis Using yangberartitidaksesuaidenganpluralitasetnisdiBanyuwangi.4. Selanjutnyalihat,makalah“PatungGandrungdanUlarBerkepalaGatotKacaMitos,Pem‐bongkaran Tanda, dan Representasi Identi‐tas Using,” dalam Prosiding Seminar Nasio‐nal Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan,Depok Departemen Linguistik FIBUniversitas Indonesia, 30 Mei 2012, hal.295.5. Selanjutnya lihat “Upaya Pelestarian Keseni‐anGandrungBanyuwangidieraGlobalisasi”,makalah oleh Tim Yayasan KebudayaanBa‐nyuwangi, disampaikan pada Seminar HaribJadi dan Ke udayaan Banyuwangi, ProspeksertaPengembangannya,21April1994.6. Selanjutnya lihat Novi Anoegrajekti “Keseni‐an Using Resistensi Budaya Komnitas Ping‐igir” dalam Keb jakan Kebudayaan, JakartaPMBLIPI,2001.7. Tenaga kreatif yang terlibat dalam prosesproduksi dan distribusi sekitar 15 orang te‐naga tetap, sementara yang freelanceArieSandi tidak mencatatnya, karena silih ber‐ganti datang dan pergi,  khususnya yang ter‐libatdalamaransemen musik. Data tersebutbelum yang termasuk jumlah mereka yangbekerjadiAnekaSafariRecorddanKhatulistiwaRecord.Datatersebutmenun‐jukkan bahwa industri kreatif musik di Ba‐nyuwangi mempunyai potensi untuk meng‐gerakkan ekonomi kreatif karena mampumenyerap tenaga kerja dan bisa menum‐buhkan modal lokal. Selanjutnya lihat, AgusSariono, dkk. “Rancak Tradisi dalam GerakIndustri Pemberdayaan Kesenian Tradisi‐Lokaldalam Perspektif Industri Kreatif”, La‐poran Penelitian Jember UniversitasJember,2009,hlm.131.8. Selanjutnya lihat, “Banyuwangi Bernyanyiendiri,” Rubrik Kehidupan, Kompas, 13ebruari2005.SFDAFTARPUS AKAAnoegrajekti, Novi. 2001. “KesenianUsing Resistensi Budaya Komuni‐tas Pinggir” dalam KebijakanKebuTdayaandiMasaOrdeBaru. JakartaPMB‐LIPI.‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. “Patung itu Bukan Penari,”dalam PenariGandrungdanGerakSosialBanyuwangi. Jurnal Srinthil.MediaPerempuanMultikulturalNo.12.DepokDesantara.‐‐‐‐‐‐‐‐. 2010. “Tradisi Basanan danWangsalanWarungBathokanEdu‐kasidanIdentitasMasyarakatUsing,” dalam WacanaAkademika.Majalah Ilmiah Kependidikan Univ.Sarjanawiyata Tamansiswa. Vol. 3,No.8,Juli2010.‐‐‐‐‐‐‐‐.2013.“PatungGandrungdanUlarBerkepala Gatot Kaca Mitos, Pem‐bongkaranTanda,danRepresentasiIdentitas Using,” Makalah dalamProsiding Seminar NasionalSemiotik,Pragmatik,danKebudayaan.De‐ Linguistik FIB esia.pok DepartemenUniversitas IndonBarker, Chris. 2000. CulturalStudiesTheoryandPractice. London SagePublications.Budianta, Melani. 2008. “Aspek LintasBudaya dalam Wacana Multikultu‐ral,” dalam KajianWacanadalamdanKonteksMultikultural  Multidisiplin.JakartaFIBUI.Hall,Stuart. 1993. “CulturalIdentity andDiaspora,” dalam Patrick Williamsand Laura Chrisman eds. Colonial/DiscourseandPostcolonialTheory.NewYorkHarvester Wheatsheaf.‐‐‐‐‐‐‐‐. 1997. “The Work of Representa‐tion”dalamRepresentationCulturalRepresentationsandSignifyingPractices.LondonSagePublication. RevitalisasiSastradanBudPotts,Jason &StuartCunningham.2008.“Fourmodels of the creative indus‐rnationalJournalofubmittedaya...Singodimayan, Hasnan, et al.2003. GanyBanyuwangiNoviAnoegrajekti193tries”,dalamInteCulturalPolicy.SPrimorac,Jaka.2005.ThePositionofCulturalWorkersinCreativeIndustriesSoutheasternPerspectives.ZagrebEuropeanCulturalFoundation.Richardson,Diane.“LocatingSexualities o ty”,dalamJur‐FromHere toN rmalinalSexualities,Vol74,2004.Saputra, Heru. 2011. FolklorUsingBanyuwangi.JemberFakultasSas‐traUniversitasJember.Sariono, Agus, et al. 2009. “Rancak Tra‐disi dalam Gerak Industri Pember‐dayaan Kesenian Tradisi‐Lokal da‐lamPerspektifIndustri Kreatif”. La‐.poran Penelitian. Jember Universi‐tasJember Singodimayan, Hasnan. 1990. “WarungBathokan Sisi Lain Tradisi Masya‐rakatOsing”dalamSurya,3Novem‐ber.drungBan uwangi.DewanKesenianBlambangan.Spradley, James P. 1997. MetodeEtnografi.YogyakartaTiaraWacana.Tim Yayasan Kebudayaan Banyuwangi.1994. “Upaya Pelestarian KesenianGandrungBanyuwangidieraGlo‐balisasi,” makalah disampaikan pa‐daSeminarHariJadidanKebudaya‐nanBanyuwagi,ProspeksertaPengembangannya,21April1994.Tomic‐Koludrovic, Inga & Mirko Petric.2005. “Creative Industries in Tran‐sitionTowardaCreativeEconomy,”dalam Nada Svob‐Dokic ed.. TheEmergingofCreativeIndustriesinEuropeSoutheastern. ZagrebInstituteforInternationalRelations.Qomariyah, Nunung. 2008. “Industriali‐sasiRekamandanNasibSenimanTradisi,”dalamEtnografiGandrungPertarunganIdentitas. Depok De‐santara. ... Oral tradition is one of the main objects that can be developed to produce creative products. The creative industry is intended as a system and economic practice based on knowledge and creativity [10]. Therefore, YouTube and Instagram social media were chosen for this study. ...This study aims to understand and explore the enduring values in the Using ethnic literature at the eastern end of Java, especially in the context of ritual discourse. By applying an ethnographic approach, especially the emic perspective, data were collected using participatory observation and in-depth interview techniques. Participatory observations were made of the Seblang Olehsari and Seblang Bakungan ritual processions, while in-depth interviews were conducted with 10 informants. Data were analyzed using orality and liminality techniques, and then cultural interpretations were carried out to obtain the meaning of locality values in the context of modern society. The results show three important dimensions dimension of excellence, liminality, and locality, which reflected the cultural ideology of safety in the union of microcosms and macrocosms. Thus, the existence of the values of local wisdom in the Using ethnic literature is still relevant in today's social life so that it is still functioning until now in the context of modern society. The dominant element of Using ethnic literature is the formation of traditional social institutions that lead to social safety and harmony, both in vertical microcosms and horizontal relationships macrocosms,a combination of the three SungkowatiAbstrakPenelitian ini bertujuan membahas bagaimana alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” dan perubahan yang terjadi dalam alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” menjadi produk industri kreatif. Teori yang digunakan adalah alih wahana dan sastra bandingan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, baik cetak maupun digital. Penelitian dilakukan selama enam bulan April—September 2021 di Surabaya. Analisis data dilakukan dengan metode perbandingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” menjadi kerajinan berupa patung dan miniatur patung masih mempertahankan tokoh dan tema utama perkelahian Sura dan Baya. Alih wahana dalam bentuk desain batik, kaos, dan berbagai merchandise lainnya masih mempertahankan tokoh utama Ikan Sura dan Baya, namun dengan perubahan-perubahan pada tema, tidak lagi hanya tentang perkelahian tetapi juga persaudaraan. Perubahan paling banyak terjadi pada alih wahana menjadi sinematografi dalam film animasi Grammar Suroboyo dan Culoboyo. Kata kunci sastra, industri kreatif, alih wahana, sastra bandingan AbstractThis study aims to discuss how is the transformation of story “The Origin of Surabaya” and the changes in transformation of folktale “The Origin of Surabaya” into creative industry products. It uses transformation and comparative literary theory. The collection of data is done by observation, interview, and dokumentation study, both print and digital. This research is conducted during six months April-September 2021 in Surabaya. Data analysis was carried out by comparison method. The results show that transformation of folktale “The Origin of Surabaya” into crafts in the form of sculpture and miniature statues still maintain character and main theme of Sura and Baya fight. Transformation in the form of batik design, shirt, and other merchandises still maintain main character Sura fish and Baya, but with many changes to a theme, no longer just about fighting but also brotherhood. The most changes occured in the transformation into chinematography in animated Grammar Suroboyo and Culoboyo. Keywords literature, creative industry, transformation, comparative literary theoryDalam perkembangan media, terutama maraknya penggunaan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan Youtube, banyak masyarakat Using yang memanfaatkan media sosial tersebut untuk mengungkapkan isi hati dengan menggunakan basanan. Makna yang penting dari dinamika peradaban ini bagi masyarakat Using, bahwa kelisanan primer kini telah memasuki kelisanan sekunder atau kelisanan berbasis digital. Hal ini menjadi cerminan dinamika kebudayaan study aims to discuss the lyrics of the Basanan song by Nurdian, sung by Catur Arum and posted on the Youtube channel, interprets the Using Banyuwangi culture in the context of secondary orality. This study uses a qualitative method with an oral approach to analyze the formula and oral characteristics in the text of the Basanan song. The results showed that the text of the Basanan song contained the tautotes repetition formula, mesodiplosis repetition formula, anaphora repetition formula, and showed formulaic expressions. The language characteristics in the Basanan text are the characteristics of spoken language because they are additive and aggregative. The substance of the text of the Basanan song reflects the cultural condition of the Using community. In the development of media, many Using people use social media to express artistic expression and for financial gain. The significance of the dynamics of civilization for the Using people is that the primary oral language has now entered the secondary oral language and has become a popular cultural product for the Using people, Banyuwangi, reflecting the dynamics of their civilization. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang lirik lagu Basanan karya Nurdian yang dinyanyikan Catur Arum dan diposting di kanal Youtube memaknai budaya Using Banyuwangi dalam konteks kelisanan sekunder. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lisan untuk menganalisis rumus dan ciri lisan dalam teks lagu Basanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks lagu Basanan mengandung rumus pengulangan tautotes, rumus pengulangan mesodiplosis, rumus pengulangan anafora, dan menunjukkan ekspresi rumus. Ciri kebahasaan dalam teks Basanan merupakan ciri bahasa lisan karena bersifat aditif dan agregatif. Substansi teks lagu Basanan mencerminkan kondisi budaya masyarakat Using. Dalam perkembangan media, banyak orang Using menggunakan media sosial untuk mengekspresikan ekspresi seni dan untuk keuntungan finansial. Arti penting dinamika peradaban bagi masyarakat Using adalah bahwa bahasa lisan primer kini telah memasuki bahasa lisan sekunder dan menjadi produk budaya populer bagi masyarakat Using, Banyuwangi, yang mencerminkan dinamika HALLA new cinema of the Caribbean is emerging, joining the company of the other 'Third Cinemas'. It is related to, but different from the vibrant film and other forms of visual representation of the Afro-Caribbean and Asian 'blacks' of the diasporas of the West - the new post-colonial subjects. All these cultural practices and forms of representation have the black subject at their centre, putting the issue of cultural identity in question. Who is this emergent, new subject of the cinema? From where does he/she speak? Practices of representation always implicate the positions from which we speak or write - the positions of enunciation. What recent theories of enunciation suggest is that, though we speak, so to say 'in our own name', of ourselves and from our own experience, nevertheless who speaks, and the subject who is spoken of, are never identical, never exactly in the same place. Identity is not as transparent or unproblematic as we think. Perhaps instead of thinking of identity as an already accomplished fact, which the new cultural practices then represent, we should think, instead, of identity as a 'production', which is never complete, always in process, and always constituted within, not outside, representation. This view problematises the very authority and authenticity to which the term, 'cultural identity', lays claim. We seek, here, to open a dialogue, an investigation, on the subject of cultural identity and representation. Of course, the 'I' who writes here must also be thought of as, itself, 'enunciated'. We all write and speak from a particular place and time, from a history and a culture which is specific. What we say is always 'in context', positioned. IKesenian Using Resistensi Budaya Komnitas Pingi girNovi SelanjutnyaAnoegrajektiSelanjutnya lihat Novi Anoegrajekti "Kesenian Using Resistensi Budaya Komnitas Pingi gir" dalam Keb jakan Kebudayaan, Jakarta PMB LIPI, 2001.Banyuwangi Bernyanyi endiriSelanjutnyaSelanjutnya lihat, "Banyuwangi Bernyanyi endiri," Rubrik Kehidupan, Kompas, 13 ebruari Penari Gandrung dan Gerak Sosial BanyuwangiNovi AnoegrajektiAnoegrajekti, Novi. 2001. "Kesenian Using Resistensi Budaya Komunitas Pinggir" dalam Kebijakan Kebu T dayaan di Masa Orde Baru. Jakarta PMB-LIPI. -. 2007. "Patung itu Bukan Penari," dalam Penari Gandrung dan Gerak Sosial Banyuwangi. Jurnal Srinthil. Media Perempuan Multikultural No. 12. Depok Desantara. -. 2010. "Tradisi Basanan dan Wangsalan Warung Bathokan Edukasi dan Identitas Masyarakat Using," dalam Wacana Akademika. Majalah Ilmiah Kependidikan Univ. Sarjanawiyata Tamansiswa. Vol. 3, No. 8, Juli 2010. -. 2013. "Patung Gandrung dan Ular Berkepala Gatot Kaca Mitos, Pembongkaran Tanda, dan Representasi Identitas Using," Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Semio tik, Pragmatik, dan Kebudayaan. De-Linguistik FIB esia. pok Departemen Universitas Indon Barker, Chris. 2000. Cultural Studies Theory and Practice. London Sage Lintas Budaya dalam Wacana MultikulturalMelani BudiantaBudianta, Melani. 2008. "Aspek Lintas Budaya dalam Wacana Multikultural," dalam Kajian Wacana dalam dan Konteks Multikultural Multidi siplin. Jakarta FIB UI.
Kemudianbagaimana cara agar konflik yang terjadi dalam masysarakat multikultural dapat terselesaikan dengan baik. Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu: budaya sendiri, melestarikan
Di 2014 Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menyatakan bahwa Ekonomi Kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi. Ekonomi Kreatif pun diyakini dapat membawa dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat. Menurut John Hartly dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014 Industri Kreatif dimulai sejak Era Pencerahan di 1650-1850. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya sebuah undang-undang oleh Ratu Ann di 1710 yang memulai konsep hak cipta dan prinsip perlindungan kepemilikian untuk jangka waktu tertentu. Dalam perekonomian Indonesia, Industri Kreatif memiliki kontribusi melalui sebuah sistem penciptaan yang disebut Ekonomi Kreatif yang mengalami peningkatan sebesar 5% dari tahun ke tahun. Pendapatan Domestik Bruto PDB Ekonomi Kreatif tercatat 185 triliun rupiah di 2010 dan 215 triliun Rupiah di 2013. Pada periode yang sama Industri Kreatif rata-rata dapat menyerap tenaga kerja sekitar 10,6% dari total angkatan kerja nasional. Pertumbuhan jumlah usaha di sektor industri kreatif pada periode 2010-2013 pun meningkat sebesar 1%. Pada 2014 jumlah Industri Kreatif yang tercatat adalah sebanyak 5,4 juta usaha. Industri ini menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 12 juta orang Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014xvii. Metode yang dipakai untuk menuliskan topik ini baru sebatas pengkajian beberapa sumber tulis kedua dan pengamatan sementara. Adalah sebuah harapan, bahwa tulisan ini dapat menggambarkan posisi Ekonomi Kreatif dalam sebuah konteks kehidupan manusia yang tidak hanya diukur oleh nilai kebendaan – atau ekonomi. Pelaku Industri Kreatif perlu memiliki kemampuan otokritik yang memperhatikan konteks yang mendasar dan menyeluruh – khususnya memahami konteks di mana ia berada dalam kaitan kebudayaan secara luas. Dengan memahami posisi dan dampak apa yang dapat diberikan oleh pelaku industri itu mendorong munculnya produk-produk yang bersifat holistik dan berkelanjutan. Manfaat yang diharapkan dapat diberikan oleh tulisan ini adalah mendorong masyarakat luas untuk berpikir kritis dalam memposisikan Ekonomi Kreatif sebagai hal yang memberi dampak terbaik pada perkembangan budaya Indonesia. Posisi Ekonomi Kreatif dalam Kebudayaan Indonesia Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah “Keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil dari budi dan karyanya itu” Koentjaraningrat, 19879. Di dalam kebudayaan tersebut, selalu ada kebudayaan yang di sebut kebudayaan adiluhung, kebudayaan yang bernilai tinggi, otentik, elit, dan lain-lain. Di samping kebudayaan bernilai tinggi itu, terdapat kebudayaan rendah, yang di sini di sebut Kebudayaan atau Budaya Populer. Budaya Populer menurut Ariel Heryanto memiliki dua pengertian yang bertolak belakang, namun dapat pula menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan Heryanto, 201522. Pada pengertian pertama, Budaya Populer adalah “Proses memasok komoditas satu arah dari atas ke bawah untuk masyarakat sebagai konsumen”. Di dalam pengertian kedua, Budaya populer adalah kegiatan yang didorong dari bawah, oleh masyarakat, “Berbagai bentuk praktik komunikasi yang bukan hasil industrialisasi, relatif independen, dan beredar dengan memanfaatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara keramaian publik, parade, dan festival”. Budaya Populer, atau disebut Budaya Massa oleh Dwight Macdonald dalam Damono, 201625, adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang cenderung untuk tidak memaknai kehidupan secara otentik, selalu berusaha menjadi seperti anggota masyarakat yang lain. Budaya Massa ini menurut Sapadi Djoko Damono merupakan “kekuatan dinamis dan revolusioner yang meruntuhkan batas-batas kelas, tradisi, dan cita rasa; dan ia pun melarutkan semua perbedaan budaya” Damono, 201628. Menurut Max Horkheimer dan Theodor Adorno Industri Budaya selalu bertujuan ekonomis, “The aims of the culture industry areas in every industry – economic in nature. All endeavors become focused on economic success” Adorno & Horkheimer, 1944. Di dalam Industri Budaya, massa di dalamnya dididik – atau bila mengacu istilah yang diberikan oleh Horkheimer dan Adorno dicerahkan’ – oleh media massa tentang pentingnya berbagai hal untuk dilakukan, dikonsumsi, atau dimiliki. Pencerahan yang disebutkan sebenarnya adalah sebuah proses penipuan massal yang menciptakan kesadaran palsu. Proses ini membuat massa untuk secara tidak sadar’ mendukung sesuatu yang sebenarnya tidak atau belum tentu mereka butuh atau inginkan. Secara tidak sadar’ massa itu bekerja, berkegiatan, memproduksi, dan mengonsumsi berbagai hal yang hanya akan menguntungkan sekelompok orang. Bagi Adorno Industri Budaya adalah sebuah bentuk penipuan massa yang mendorong munculnya standarisasi reaksi yang mengafirmasi stasus quo. Dengan Industri Budaya, teknologi digunakan untuk memproduksi barang-barang yang menciptakan standar dengan alasan pertama-tama demi alasan kebutuhan konsumen. Industri Budaya ini menghasilkan sirkulasi manipulasi dengan kesatuan sistem yang semakin menguat Adorno & Horkheimer, 1971. Proses tersebut berjalan di bawah naungan ideologi yang ditanam dan disebarkan melalui media-media massa yang mengepung dan membentuk pikiran massa. Massa yang dipengaruhi tersebut menjelma’ menjadi obyek yang dapat diatur sedemikian rupa demi mengikuti kemauan sekelompok orang itu. Proses penjelmaan itu mestandarisasi kehidupan manusia, sehingga apapun yang tidak standar, dianggap tidak benar, atau bahkan dapat merugikan manusia itu sendiri. Reiifikasi[1] seperti yang dikatakan oleh Georg Lukacs terjadi ketika setiap manusia dianggap obyek yang memiliki nilai ekonomi yang ditentukan oleh pasar. Seseorang akan merasa tidak bernilai’ ketika ia tidak mengikuti hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang pada umumnya, atau massa. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendefinikan Industri Kreatif sebagai “industri yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201417. Kementrian tersebut kemudian mengartikan Ekonomi Kreatif sebagai penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia orang kreatif dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Jadi sudah jelas di mana posisi Industri Kreatif dalam Kebudayaan. Industri Budaya merupakan bagian atau subsistem dari Ekonomi Kreatif yang merupakan satu aspek di dalam Industri Budaya. Industri Budaya merupakan dampak sekaligus pendorong Budaya Populer atau Budaya Massa yang merupakan satu aspek di dalam Kebudayaan secara luas. Bagaimana Hubungan Industri Kreatif dengan Kebudayaan Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan di atas, Kota Bandung dapat dijadikan sebagai contoh sampel. Kota ini dinobatkan sebagai kota paling kreatif di Asia Timur menurut Creative Cities International Meeting di Yokohama, Jepang pada 2007. Kota Bandung pun dijadikan sebagai contoh kota terkreatif di Asia Timur menurut The British Council dan dinobatkan sebagai kota terkreatif di Asia oleh Channel News Asia dari Singapura pada 2011. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201433. Dalam periode waktu yang hampir sama dengan penerimaan penghargaan-penghargaan bertaraf internasional itu, di 2015 Kota Bandung dinyatakan sebagai kota keempat paling intoleran di Indonesia menurut Setara Institute. Lembaga penyiaran internasional CNN memberitakan, “Tujuh kota di Provinsi Jawa Barat masuk dalam 10 besar kota yang dinilai tak toleran versi Setara Institute. Tujuh kota tersebut adalah Bogor, Bekasi, Depok, Bandung, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya” Suriyanto dan Sarwanto, 2015. Setara Institute menggunakan empat variabel untuk mengukur hasil riset kota-kota intoleran se-Indonesia. Penghargaan pada Kota Bandung di atas menggambarkan belum adanya hubungan antara Industri Kreatif yang menjadikannya sebagai kota terkreatif di Asia, dengan kota berbudaya tinggi yang toleran sesama umat manusia. Kondisi ini jelas tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Mari Elka Pangestu terkait dengan keyakinan bahwa Ekonomi Kreatif di Indonesia dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan toleransi sosial di dalam masyarakat. Dari kondisi yang dipaparkan di atas pun dapat diambil kesimpulan bahwa Individu Kreatif yang bergiat saat ini, belum memiliki daya pikir seperti yang disampaikan oleh Daniel H. Pink. Pink dalam bukunya yang berjudul Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 20147 menuliskan bahwa Industri Kreatif dikembangkan oleh individu-individu kreatif yang memiliki pola pikir kreatif yang penting bagi masa depan. Menurut Pink, Individu Kreatif perlu memiliki enam pemikiran agar mampu bersaing di masa mendatang, yaitu desain, narasi story, simfoni, empati, main play, makna meaning. Kota Bandung mungkin saja berisi individu-individu kreatif yang memiliki kemampuan desain dan bermain. Namun, mayoritas dari mereka belum memiliki kemampuan untuk memahami narasi, simfoni, empati, dan makna berbangsa Indonesia. Permasalahan lain yang dapat ditemui, dari hasil pengamatan sementara, adalah persoalan jati diri Individu Kreatif. Jati diri ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa. Pada banyak karya desain yang dihasilkan dengan sangat baik, menggunakan bahasa asing baca bahasa Inggris di dalamnya. Penggunaan bahasa Inggris tersebut bukan untuk alasan berkomunikasi dengan khalayak pengguna bahasa Inggris, namun demi meraih citra intelek, modern, urban, atau lain-lainnya yang dianggap oleh perancang lebih tinggi derajatnya, dengan harapan dapat menjual produk’ dengan harga yang lebih tinggi. Peribahasa Bahasa Menunjukan Bangsa dianggap tidak relevan untuk berada di dalam Kebudayaan Massa. Bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa, dianggap tidak cukup memadai untuk meraih perhatian. Hal ini dapat menunjukkan bahwa Individu Kreatif belum memahami betul posisi Ekonomi Kreatif di dalam persoalan narasi, simfoni, empati, dan makna Kebudayaan Indonesia. Pemahaman publik mengenai posisi Industri Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia perlu segera diperjelas, sehingga Ekonomi Kreatif akan mendorong, bukan menghambat, proses mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam dua contoh di atas dapat terbaca bahwa posisi Ekonomi Kreatif belum mendukung perkembangan budaya. Ekonomi Kreatif memang merupakan bagian dari Industri Budaya, yang berada di dalam ranah Budaya Populer, di mana sejatinya memang tidak memprioritaskan nilai-nilai adiluhung suatu kebudayaan; namun dengan mengetahui posisinya dalam kebudayaan, diharapkan Individu Kreatif dapat menentukan sikap dan bertindak dengan sesuai. Ketika pemahaman tersebut muncul, Ekonomi Kreatif Indonesia akan sungguh-sungguh dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat, sejalan dengan penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan mendorong terciptanya inovasi. Penutup Mari Elka Pangestu 2014 menyatakan, “Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur sesuai dengan visi pembangunan Indonesia hingga 2025 mendatang” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014. Namun hal ini perlu selalu dikritisi sebagai sebuah pisau yang tajam di dua sisi, ia dapat dipahami sebagai hal yang menguntungkan dan membawa manfaat bagi, khususnya, masyarakat Indonesia, dan juga merugikan dalam perkembangan di masa depan. Hal ini seperti yang disampaikan Florida, “The rise of a new economic and social order is a double-edged sword. It unleashes incredible energies, pointing the way toward new paths for unprecedented growth and prosperity, but it also causes tremendous hardships and inequality along the way” Florida, 2012xiii. Rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai penutup tulisan ini adalah perlu dilakukan gerakan yang dapat memperkuat pemahaman Individu Kreatif dalam hal posisi Ekonomi Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia. Ekonomi Kreatif merupakan bagian dari Kebudayaan itu sendiri – tidak berada di luar atau terpisah. Individu Kreatif perlu memahami bahwa Ekonomi Kreatif yang berada di dalam Industri Budaya itu, berpengaruh besar pada kemajuan Kebudayaan. Proses dan hasil kreatif yang dilakukan diharapkan tidak sekedar memberi lapisan’ kosmetika pada kebudayaan, agar dapat segera memperoleh nilai ekonomi yang menggiurkan, namun sangat perlu untuk juga mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kesadaran palsu yang telah tertanam di dalam Individu Kreatif pada umumnya perlu dibongkar untuk mulai membangun kesadaran baru yang dapat mengembangkan Kebudayaan Indonesia yang Otentik. Daftar Pustaka Buku Adorno, Theodor W. Bernstein, 1991. The Culture Industry. Selected Essays on Mass Culture. Routledge, New York. Damono, Sapardi Djoko. 2016. Kebudayaan populer di Sekitar Kita. Editum, Jakarta. Florida, Richard. 2012. The Rise of the Creative Class, Revisited. Basic Books, New York. Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan Politik Budaya Layar Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Pink, Daniel H. 2006. Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age. Penguin Books, New York. Tim Redaksi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Tim Studi. 2014. Ekonomi Kreatif Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Jakarta. Situs Internet Rasaki, Iko. 17 Mei 2011. Di Bawah Kekuasaan Benda-Benda. pada 30 Januari 2017, 1230 Suriyanto dan Sarwanto, Abi. 16 November 2015 2026. Setara Tujuh Kota di Jawa Barat Intoleran. CNN Indonesia. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 2126. Setara Institute. 2015. Tolerant City Index 2015. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 1259. [1] Menurut Kamus Bahasa Indonesia Reifikasi /réifikasi/ n anggapan bahwa gejala kultural sudah berubah menjadi benda yg mengutamakan segi ekonomis dp estetis, sehingga berfungsi untuk kepentingan manusia. .
  • omm119tqq7.pages.dev/383
  • omm119tqq7.pages.dev/44
  • omm119tqq7.pages.dev/145
  • omm119tqq7.pages.dev/196
  • omm119tqq7.pages.dev/592
  • omm119tqq7.pages.dev/399
  • omm119tqq7.pages.dev/595
  • omm119tqq7.pages.dev/672
  • omm119tqq7.pages.dev/80
  • omm119tqq7.pages.dev/957
  • omm119tqq7.pages.dev/656
  • omm119tqq7.pages.dev/660
  • omm119tqq7.pages.dev/760
  • omm119tqq7.pages.dev/164
  • omm119tqq7.pages.dev/746
  • bagaimana cara memadukan budaya lokal dengan industri kreatif